Jumat, 17 April 2020

Ikan Cupang dan Makhluk Ter-egois

Malam ini, ingin sekali menulis disini. Sambil mblebes mili, aku menulis disini tepat pukul 22:56. Sesekali boleh kan, aku mellow...kali ini benar-benar aku merasa hatiku sedang 'disentuh' oleh Tuhan semesta alam.

Berawal dari sebuah kejadian menyedihkan. Aku berniat ke kamar mandi. Seperti biasa, di kamar mandi aku selalu lihat ke bawah (lantai) dan aku selalu merasa ganjal apabila ada benda terjatuh atau mengotori lantai, misalnya rontokan rambut, atau air sabun sisa mandi, atau busa detergen atau apapun itu. Aku akan segera menyiramnya, baru setelah itu bisa memakai kamar mandi. Kali ini, baru membuka pintu dan berjalan sejangkah masuk ke kamar mandi, aku melihat sesuatu yang bening tergeletak di lantai. Sempat kukira itu -maaf- ingus atau apa dan aku sudah siap-siap mau menyiramnya dengan air, ketika tiba-tiba aku sadar itu adalah bangkai seekor ikan!
Ya, di dalam bak mandi kami, kami memelihara ikan cupang karena himbauan pemerintah supaya jentik-jentik nyamuk tidak ada di dalam bak mandi. Seperti kita tahu, bahwa nyamuk yang berkembangbiak pesat akan menyebabkan sakit demam berdarah. Karena itu, pemerintah di daerah kami sangat keras menghimbau agar jangan sampai dalam bak terdapat jentik nyamuk. Bahkan, konon, ada dendanya. Untuk mengontrol hal ini, yang bertujuan tentunya membuat masyarakat sehat, diadakan monitoring oleh ibu-ibu yang sudah ditentukan dalam jadwal pengecekan. Seminggu sekali, ada 2 ibu-ibu, secara terjadwal datang ke rumah untuk memeriksa seluruh tempat yang berpotensi menjadi sarang nyamuk. Terutama bak mandi dan tempat penampungan air.
Kembali ke ikan mati. Aku langsung memungut ikan itu. Ikan betina. Di dalam bak, tersisa 1 ekor ikan cupang jantan yang berdiam saja di dasar bak. Tak seperti biasa yang berenang kesana kemari.
Entah bagaimana ikan betina ini bisa berada di lantai. Entah karena ia meloncat sendiri (yang agaknya mustahil), atau kemungkinan terbesar, yaitu kecerobohan kami yang membiarkan kran air menyala sampai meluap-luap. Singkatnya, ikan itu sudah mati.
Hal yang menyedihkan, tiba-tiba aku teringat ikan itu ada di dalam bak kami baru sekitar 1 bulan. Sengaja membeli sepasang, jantan dan betina agar ikannya tidak kesepian (logika kami berpikir demikian, entah realitanya bagaimana). Keduanya begitu cantik berwarna oranye keemasan. Sepasang ikan ini datang untuk menggantikan seniornya yang baru saja mati juga. Mati, karena tau-tau aku mendapatinya ada di dasar bak, diam saja seperti pingsan. Kami ambil, masih hidup. Tapi nyata bahwa ikan ini lemas. Sisiknya berdiri. Aku tak mengerti kenapa, kemudian aku cari di google informasi tentang ikan cupang dengan gejala demikian dan aku temukan bahwa ikan cupang dengan kondisi seperti itu, kemungkinan hidupnya sangat kecil, alias, dia sebentar lagi akan mati.
Aku coba beberapa tips yang kudapatkan dari google. Sembari mencoba, aku menyadari sesuatu bahwa ternyata ikan yang awalnya berwarna merah kebiruan seperti beludru itu warnanya sudah pudar. Nah, hal itu pula yang terjadi pada ikan kami sekarang.
Aku penasaran, apa yang membuatnya demikian? Ternyata, salah satu penyebabnya adalah, kualitas air yang jelek dan tidak sehat. Menyebabkan ikan berumur pendek dan cepat mati.
Bukan, bukan beracun. Tapi kualitas air tidak baik. Karena ini air PDAM, hmm mungkin karena kandungan bahan kimianya yang tidak bisa ditoleransi ikan? Entahlah...
Tapi, dari kejadian ini aku menyadari satu hal. Keegoisan manusia. Demi untuk menyelamatkan dirinya dari derita, sakit, misalnya, manusia tak segan untuk mengorbankan makhluk lain yang baginya, mungkin nyawa makhluk itu tidak punya arti dan harga. Jika mati, buang saja. Mudah. Beli yang baru, kalau mati, beli lagi. Yang penting tidak ada jentik.
Entah mengapa...aku merasa memelihara ikan cupang di dalam bak yang jelas-jelas airnya tidak sehat adalah sebuah upaya menjaga kesehatan manusia sebagai keutamaan, yang dalam perjalanannya sama saja seperti membunuh makhluk Tuhan yang memberikan manfaat itu, secara pelan-pelan.
Manusia menyepelekan nyawa ciptaan Tuhan, demi kepentingannya, menjaga dirinya bertahan hidup dan sehat. Bukan hanya kami, banyak. Dan bukan hanya berupa ikan cupang di bak mandi, banyak hal lain yang serupa.
Kita, manusia mengupayakan hidup yang nyaman dan sehat dalam rangka memperpanjang umur kita.

Sebenarnya untuk apa sih kita mengusahakan diri berumur panjang?
Apa yang ingin kamu lakukan dengan umur panjang?


Untuk menikmati hidup ini, dan menyakiti lebih banyak makhluk?

Sebenarnya, apakah kita ada disini sebagai monster perusak?

Entah mengapa, dari sini aku menyadari, bahwa manusia itu makhluk Tuhan yang tak tahu malu. Menikmati segala fasilitas Tuhan dan menganggap dirinya utama untuk diprioritaskan hidup dengan nyaman di muka bumi ini, dan mungkin karena merasa sebagai makhluk yang tercipta dengan sempurna, lantas merasa dirinya utama dan tidak punya sopan-santun dan adab buat menginjakkan kaki diatas fasilitas Tuhan ini.
Jadi, sadar ataupun tidak, ingat dan pikirkanlah segala upayamu sampai saat ini untuk bertahan hidup dan segala usahamu menciptakan kehidupan yang nyaman di muka bumi ini.

Sudah berapa banyak makhluk ciptaan Tuhan yang kau korbankan demi egomu??

Bersyukur, diciptakan sebagai manusia??
Puas??

Tidak ada komentar:

Posting Komentar