Jumat, 03 April 2020

Film Vs Baper (Review Kim Ji Young: Born in 1982)

Ada banyak film yang bagus yg pernah kutonton. Susah bgt menentukan mana yg terbaik. Tapi, aku suka sekali film yg realistis dan bisa menyentuh kita, menggugah utk menyadari hal kecil yang luput dari perhatian kita, dan menjadikan kita belajar untuk menjadi yang lebih baik lagi sebagai manusia.

Baru aja nonton film korea "KIM JI YOUNG:BORN 1982". Cukup menyentuh. Jujur, aku suka banget sama film atau drama korea yg punya genre cerita tentang keluarga atau sejarah. Film yang genre nya keluarga membuatku lebih sadar dan lebih bisa menghargai keluarga (manusia-manusia terdekatku), kalau film yang genre sejarah membuatku lebih banyak pengetahuan tentang intrik dan politik dalam kehidupan. Bahwa manusia itu jenisnya macam-macam dan kita perlu belajar untuk hidup berdampingan.
Well, ih kok suka korea sih??? Menurutku gak bijak kita menilai sesuatu hanya dari nama negaranya. *Aneh kan...
Jangan underestimate dulu sama negaranya. Kita harus objektif menilai sesuatu yang bagus ya bagus. Yang tidak ya tidak. Lihat dulu objeknya, jangan liat sampul doang udah alergi. Kamu gak akan belajar apapun kalo kayak begitu. By the way, tidak semua film korea aku suka, tapi banyak sekali film korea yang menurutku punya cerita yang bagus dan worth it buat ditonton karena banyak pembelajarannya.


Drama saeguk atau kolosal favoritku adalah DONG YI atau Jewel in The Crown, bisa banyak belajar politik disini. Lalu, Master of The Mask juga bagus. Untuk drama, aku suka dengan drama berjudul Because This is My First Life, yang menceritakan kisah seorang cewe dan seorang cowo yang menjalani pernikahan kontrak karena beratnya hidup di era modern. Diwarnai juga dengan isu-isu kesetaraan gender dan sedikit menyinggung budaya patriarki masyarakat. 
Back to film Kim Ji Young: Born in 1982 tadi. Jadi, film ini mengisahkan tentang kehidupan seorang wanita yang menjadi ibu sekaligus istri dan menantu di era modern ini yang berjuang menghadapi perubahan zaman, tapi masyarakat yang masih sempit dalam memandang kesetaraan gender. Jadi, Kim Ji Young ini  tertekan pasca dia menikah dan memiliki anak, karena secara tak langsung dituntut untuk menjadi istri, ibu dan menantu dan melupakan rutinitas semulanya sebagai wanita yang punya mimpi dan ambisi, pokoknya hidup dia penuh dengan tekanan dari berbagai hal. Terutama dari ibu mertuanya. Konon, memang seperti itulah budaya patriarki di Korea Selatan masih terus berlanjut hingga saat ini. Laki-laki memiliki kekuasaan lebih. Perempuan menjadi peran yang memiliki banyak tugas dan tanggungjawab namun tak memiliki kuasa sebesar laki-laki. Ada 1 percakapan menyentuh yang aku ingat di salah satu scene film ini. Ketika pasangan ini membicarakan tentang kelak jika mereka punya anak. Sang istri berkata pada suaminya "ada banyak hal yang akan berubah ketika aku melahirkan anak." Lalu si suami dengan sumringah menimpali "ya, tentu. Aku juga akan mengalami banyak hal yang berubah nanti". "Apa yang berubah darimu?" Tanya sang istri. "Ya, aku harus pulang cepat untuk bermain dengan anak, aku mungkin harus mengurangi minum (alkohol), mengurangi bermain dengan teman-temanku..."
Kemudian sang istri terlihat lesu mendengarnya. Nggak tau ya, aku juga penasaran, apa sih yang berubah ketika laki-laki mempunyai anak?
Dan apakah perubahan itu sebuah perubahan besar yang setara dengan bagaimana perubahan yang dialami seorang wanita setelah ia melahirkan anak?
Entahlah...tapi film ini cukup menyadarkanku bahwa wanita itu hebat. Sebagian mereka kadang terlihat lemah, dengan badan yang kurus, ketidakmampuan membuka tutup botol atau mengangkat barang berat dsb. Tapi, jauh di dalamnya, wanita memiliki beban hidup yang sangat menguji mental, yang mana kamu tidak akan pernah bisa tahu karena psikis dan mental itu tidak terlihat dengan mata. Berbeda dengan orang yang sakit secara fisik atau terluka berdarah-darah, kamu akan tahu orang ini butuh ditolong. Tapi mental?
Film ini sekaligus membuatku begitu salute pada sosok seorang ibu. Kita kadang tak segan untuk protes pada ibu tentang hal-hal yang tidak memanusiakannya. Kita suka ikut menuntut ini dan itu, tanpa menyadari kita sudah banyak merepotkan ibu. Seorang ibu membesarkan kita dengan banyak hal yang harus dilaluinya. Baik ibu yang bekerja maupun ibu rumah tangga, dua-duanya memiliki pergulatan mental yang hebat untuk membesarkan kita. Dan kadang, kita masih nggak tau diri dengan protes ini itu bahkan membandingkan dengan sosok lain. Kita hadir di dunia, untuk menuntut itu???
Ayolah, kita mulai dari sekarang. Kita sudah dewasa, mari kita perlakukan orangtua kita sebagai manusia. Ayo kita bekerjasama dengan mereka untuk saling menjaga mental satu sama lain. Orangtua kita juga manusia, sama seperti kita. Ibu kita mungkin salah satu produk yang senasib dengan Kim Ji Young. Harus kita sadari dia  mungkin juga punya keinginan dan mimpi. Dan karena ibu adalah manusia juga, kita harus sadari bahwa pasti ada tak sempurnanya juga. Tapi, ayo kita coba untuk mengapresiasi mereka...
Plus, untuk semua perempuan...ayolah kita buat kehadiran kita menjadi lebih berarti buat sesama perempuan. Kita harus saling mendukung dan jangan menjatuhkan perempuan lain yang secara tak sengaja akan melanggengkan budaya patriarki ini. Kamu boleh merasa hidupmu fine dengan patriarki, tapi perempuan lain, belum tentu. Jadi, kita berlaku baik pada semua manusia, pada dasarnya prinsipnya demikian, bukan?
Jadi, mari kita lebih menghargai setiap jiwa yang kita temui. Jangan mudah mengambil kesimpulan atau mengeluarkan kata-kata yang menghakimi seseorang, karena kita tak pernah tahu pergulatan macam apa yang dia lalui. Karena kenyataannya kita buta, tak bisa melihat kondisi psikis orang lain.
Satu lagi, film ini menyadarkanku betapa pentingnya kerjasama di dalam sebuah pernikahan. Jadi, jangan berfikir bahwa menikah itu sebagai ajang untuk menunjukkan relasi kuasa. Hiduplah menjadi manusia yang penuh cinta  baik para calon suami maupun para calon istri. Sadarilah bahwa manusia tidak ada yang sempurna dan fokuslah untuk bekerjasama saling membahagiakan dan menolong. Buat komunikasi yang baik. Jangan sampai, menikahi seseorang justru membuat kamu membuat catatan kedholiman terhadap sesama manusia. Hargailah perempuan, karena perempuan juga manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar