Minggu, 24 Mei 2020

Hening Ramadhan

Ramadhan telah berlalu. Tahun ini, semua pasti mengalami pengalaman berbeda dari Ramadhan tahun-tahun sebelumnya, bahkan seumur-umur hidupnya di dunia. Yah, efek dari pandemi covid 19 ini memang dahsyat, membuat kita, bahkan tidak bisa bertemu dengan sanak saudara demi menjaga keselamatan diri dan orang lain. Tarawih, di tempat saya ditiadakan. Jadi, sangat sunyi rasanya bulan Ramadhan lalu yang malam biasanya ramai suara seruan shalawat di sela shalat tarawih, sampai suara tadarus, kemudian tak terasa dibangunkan oleh suara riuh anak-anak membangunkan sahur dengan berkeliling kampung membunyikan alat musik seadanya. Sunyi. Semua itu tidak bersuara lagi.
Tapi, di sisi lain, kita juga patut bersyukur, ketika pandemi ini pun, membawa berkah bagi kita untuk menghabiskan waktu bersama keluarga. Shalat jamaah di rumah bersama-sama. Saling membangunkan sahur, dan mengisi kesunyian ramadhan dengan meramaikan rumah melalui tadarus. Semua seolah ter set untuk menjadikan kita lebih khusyu meraba kedalaman spiritual kita dengan Sang Pencipta.
Ditambah lagi dengan pemberlakuan pembatasan sosial, membuat banyak orang mengurungkan niat untuk mengikuti buka bersama yang biasanya begitu hits ketika Ramadhan tiba.
Jujur, saya termasuk orang yang nggak rela banget kalo waktu Ramadhan ini diganggu gugat, terutama di jam-jam krusial setelah berbuka puasa. Rasanya, dibandingkan berkumpul di restoran atau rumah seseorang, jika boleh memilih, saya tidak mau kehilangan momen untuk berduaan saja dengan Yang Diatas.
Well, yah, sebagian orang mungkin akan mengatakan saya naif, atau sok, atau kaku, atau apalah itu. Tapi memang, jujur saja, ketenangan di bulan Ramadhan yang penuh sentuhan spiritual itu begitu mahal buat saya. Jadi, rasanya sangat sayang sekali jika harus kehilangan 1 malam saja di waktu-waktu tersebut, sekalipun niatnya untuk menjalin silaturahim. Hmm saya suka silaturahim, tapi lebih suka sendiri saja di jam-jam tersebut. Hehehe. Ini opini pribadi.
Kecuali kalau saya memang sedang tidak bisa menjalankan ibadah tersebut, maka saya bisa pertimbangkan untuk ikut buka bersama. Tapi lebih banyak, perasaan saya lebih nyaman untuk me-time dan mencari ketenangan sendiri. Dan, covid 19 ini membuat saya mudah tanpa harus menolak sana-sini ajakan buka bersama.
Tahun ini saya belajar memaknai Ramadhan bukan hanya sekedar euforia. Bukan nuansa meriahnya, namun bagaimana Tuhan menunjukkan kepada kita bahwa Ramadhan adalah menghidupkan diri dalam kesunyian, meramaikan hati dengan cinta kepadaNya, meski dalam kesendirian.
Saya berharap, semoga covid 19 ini segera berakhir, tentu saja. Tapi di sisi lain, saya berdoa semoga jika Allah menghendaki saya bertemu Ramadhan-Ramadhan selanjutnya dalam hidup saya, saya masih bisa menikmati momen indah mendekat padaNya, dengan kekhusyu-an seperti Ramadhan tahun ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar