Minggu, 22 Desember 2019

Love and BigBang






Janganlah kita jatuh cinta,
Kita belum mengenal satu sama lain dengan baik
Sebenarnya aku sedikit takut, maafkan aku


Janganlah kita membuat janji,
Kau takkan pernah tahu kapan esok datang
Tapi aku sungguh-sungguh ketika aku mengatakan
Aku menyukaimu

Jangan tanya aku sesuatu
Aku tak bisa memberi jawaban
Kita sangat bahagia seperti kita yang sekarang


Jangan mencoba untuk memilikiku
Mari kita tetap seperti ini
Kau akan membuatnya lebih menyakitkan, mengapa?

Jangan tersenyum padaku
Jika aku terikat padamu, aku akan sedih
Aku takut senyuman manis itu berubah jadi air mata

Jangan coba menjebak kita,
Dalam kata cinta
Karena itu adalah sebuah keserakahan yang tak bisa diisi

Jangan berharap terlalu banyak dariku
Aku tak ingin kehilanganmu
Sebelum menjadi terlalu dalam, sebelum kau terluka
Jangan percaya padaku


Gimana, setuju gak? Wkwkwk.
Itu bukan puisi buatanku, ngomong-ngomong. Bait-baik diatas adalah penggalan-penggalan lirik lagu BigBang yang berjudul Let's Not Fall in Love yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Hmm, belakangan ini, mungkin ada beberapa orang yang pernah denger nama band ini karena sebuah skandal yang sedang panas dibicarakan. Tapi, disini aku nggak berniat membahas tentang skandal itu. Lagu diatas hanya sebuah prolog yang kupilih untuk mengawali tulisanku kali ini.
So, judul yang cukup menarik buatku, "Let's Not Fall in Love". Marilah kita tidak saling jatuh cinta. Hmm...

Kalau kita cermati penggalan lirik diatas, ada beragam kekhawatiran yang dirasakan seseorang yang sedang jatuh cinta, tapi nggak mau untuk jatuh cinta. Nggak mau membuat ikatan. Nggak mau dimiliki atau memiliki. Loh...

Menurutku, banyak dan seringnya justru orang yang jatuh cinta itu berkecenderungan untuk segera ngomong, pengen doi segera tau yang dirasain, pengen dia juga punya rasa yang sama, dan kalo bisa ujung-ujungnya adalah bisa membuat ikatan dengan dia sebagai pengukuhan bahwa aku memilikinya dan dia memilikiku. Iya nggak sih?
Tapi lirik di lagu ini kok berkebalikan. Di situlah sisi menarik yang bikin aku jadi berfikir lagi tentang "perasaan" manusia terhadap sesama manusia.

Banyak diantara kita menganggap bahwa penolakan itu adalah sesuatu yang menyakitkan. Apakah, sebuah penolakan itu sesuatu yang salah?
Dan, apabila kita telah menyatakan perasaan, apakah lantas orang yang kita sukai wajib menjaga perasaan kita sehingga dia menjadi tidak berhak untuk mencintai orang yang dia inginkan?
Apakah rasa cinta yang dimiliki orang yang kita sukai terhadap orang yang disukainya itu sebuah kejahatan? Apakah orang yang diberi ungkapan perasaan, lantas tidak berhak untuk bersama dengan yang dia cintai?
Dan apakah itu harus dibayar dengan rusaknya sebuah hubungan pertemanan?
Haruskah ada konsekuensi yang harus dibayar orang yang menerima ungkapan perasaan jika dia memilih bersama orang yang disukainya?

Yah...
Pernah nggak, patah hati?
Trus ngerasa orang yang kita sukai jahat karena nggak mau bersama kita dan malah memilih bersama orang lain?
Atau...apa sih yang dirasakan ketika kita patah hati?
Sakit banget? Hancur? Kecewa? Marah? Nggak terima?

Well...kadang aku ngerasa, nggak ada yang salah dengan mencintai. Toh, mencintai itu sebuah rasa dan karunia dari Sang Pencipta. Dan muaranya pun kepada Dia. Indah, tidak ada yang salah. Dengan rasa cinta, kita jadi punya ketulusan hati. Dengan cinta, kita sadar bahwa hidup ini indah dan penuh dengan sentuhan Tuhan.
Lalu kenapa rasanya sakit?

Banyak manusia yang kutemui, pernah atau sedang patah hati. Menyakitkan, katanya. Cinta sebenarnya nggak menyakitkan, bukankah kita sering dengar itu? Menurutku itu benar. Cinta itu indah. Yang membuat menyakitkan adalah rasa ingin memilikinya. Kita gak sadar, ketika ada rasa ingin memiliki, maka kita semacam membuat ranjau untuk diri kita sendiri. Tapi, seringnya, justru kebanyakan orang lebih mengutamakan rasa ingin memiliki, ketimbang "cinta" itu sendiri.

Kalau cinta, tentu kita hanya akan terfokus untuk melakukan yang terbaik, bagaimana agar orang yang dicintai bahagia, tulus, dan sudah cukup puas dengan itu, sekalipun yang dicintai tidak mengetahui. Kita akan cukup dengan itu, bahkan, meskipun tanpa apresiasi sekalipun, kita bisa diam dan menerima dengan bahagia.

Tapi kalau rasa ingin memiliki, justru sebaliknya. Samasekali tidak ada ketulusan, hanya ingin mencitrakan diri sebaik-baiknya, dengan tujuan dapat segera memiliki. Dan harus tersampaikan, jika tidak, maka hati akan merasa tidak senang dan tidak puas. Setelah itu, muaranya adalah diterima, dan bisa memiliki. Jika tidak, maka patah sepatah-patahnya. Di situ kita harusnya sadar, bahwa ini sesungguhnya samasekali bukanlah cinta.



Jadi, cinta itu?


LANGKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar